Wartawan di Daerah Konflik Perlu Dilindungi
Berbagai kasus yang mengambarkan
nasib wartawan yang menjadi korban kekerasan di daerah konflik di Indonesia,
masih sebatas bahasan dan masih dalam proses diperjuangkan. "Memang belum
ada kejelasan, namun tetap harus diperjuangkan nasib wartawan di daerah konflik
karena tugasnya, mereka yang bertikai harus mengangap tugas wartawan itu
netral," kata mantan Ketua Dewan Pers, Atmakusumah Astraatmadja, dalam
perbicangan dengan ANTARA News, di Taman Dayu Pasuruan, Minggu.
Sejauh ini, menurut dia, di
seluruh dunia memang belum ada lembaga yang mampu memberikan perlindungan
kepada wartawan yang sedang bertugas di daerah konflik. Bahkan, di Indonesia,
TNI dan kepolisian yang pernah diminta mengamankan wartawan yang sedang bertugas
di daerah konflik mengaku tidak sanggup. "Sulit rasanya memberikan jaminan
keamanan wartawan yang sedang bertugas di daerah konflik," katanya
memberikan gambaran.
Berbeda dengan dokter atau
paramedis yang sedang bertugas di daerah konflik, seperti medan perang,
berbagai pihak yang bertikai, sudah menganggap mereka netral. Artinya, siapapun
yang bertikai kalau menderita luka, sesuai profesinya, tenaga dokter dan
paramedis, tidak akan membedakan dan tetap akan dilayani. "Pernah ada
gagasan, menempatkan wartawan posisinya, mirip tenaga paramedis, kenyataannya
juga sulit," katanya penerima Anugerah Magsasay 2000 itu.
Di satu pihak, tenaga paramedis
bisa dianggap netral, di lain pihak wartawan masih sulit dianggap netral,
karena dianggap dalam menulis masih berpihak.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Priyambodo
RH, menuturkan bahwa pola peliputan di daerah konflik, bisa dilakukan dengan
teknik partisipatif. Wartawan di dalam meliput di daerah konflik, menurut dia,
ada kalanya tidak langsung bergerak bekerja, namun sebelumnya melalui proses
memperkenalkan diri dan melakukan pendekatan kepada pihak yang ada di wilayah
setempat.
Setelah situasi memungkinkan baik
wartawan dan pihak yang bersengketa memiliki kepentingan yang sama, barulah
peliputan dimulai."Cara itu lebih aman, dibandingkan ketika datang ke
lokasi konflik wartawan langsung main asal meliput," ujar wartawan ANTARA
Multimedia Gateway, Kantor Berita ANTARA, yang pernah meliput konflik di
kawasan Kamboja, Sudan, dan pemilu Thailand itu. Yang jelas, Kepala Kantor
Berita ANTARA Biro Eropa di Lisabon (Portugal) dan Brussel (Belgia) pada
1998-2001 itu mengemukakan, munculnya kekerasan di daerah konflik yang dialami
wartawan seyogyanya dipermasalahkan, dan harus ada solidaritas sesama wartawan
dan organisasi profesi pers. "Ini sebagai langkah menekan terjadinya
kekerasan atas wartawan yang sedang bertugas dan meliput di lapangan,"
ujarnya.
Ketua Bidang Multimedia PWI Pusat
tersebut mengemukakan hal itu setelah mendapatkan laporan sejumlah wartawan
yang bertugas di Jawa Timur, yang juga peserta lokakarya jurnalistik yang
digelar LPDS bekerja sama dengan Mobil Cepu Limited (MCL) di Taman Dayu,
Pasuruan, 16 -18 April ini, mendapatkan tindak kekerasan masa pengunjuk rasa.
Oleh karena itu, Priyambodo RH
mengemukakan sejak tiga tahun yang lalu LPDS bekerja sama dengan Dewan Pers,
dan setahun terakhir ini didukung pula Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di
Jakarta untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan etika pers yang bisa diikuti
wartawan (reporter) dan editor (radaktur). Di dalam pelatihan itu, peserta
pelatihan memperoleh materi kode etik jurnalistik semua media masa,
perlindungan hukum wartawan, wawasan jurnalistik dan upaya pencegahan
kriminalisasi pers. "Mereka yang lulus tes analisis berita, berhak
mendapatkan perlindungan hukum dari kami dan dewan pers, kalau menghadapi
tuntutan hukum," ujarnya.
Redaktur dan wartawan yang
berhasil membuat tugas analisa isi berita mengenai kode etik jurnalistik (KEJ)
berhak mendapatkan kartu etika pers sebagai tanda telah lulus pelatihan.
Bahkan, LPDS bersama Dewan Pers dan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di Jakarta
memberikan pendampingan hukum bagi alumni pemegang kartu KEJ bilamana
menghadapi tuntutan hukum berkaitan dengan hasil karya jurnalistiknya.
Selain melakukan pembakaran
fasilitas umum di Tuban, sejumlah wartawan menjadi korban kekerasan, tidak
hanya dipukuli, juga kameranya dirusak."Pengamanan wartawan yang bertugas
di daerah konflik seharusnya berangkat dari kita sendiri," kata Jatmiko,
wartawan Tempo di Bojonegoro.
Memang untuk meliput berita itu tidak mudah terlebih lagi di
daerah konflik. Banyak sekali kasus mengenai wartawan yang di aniaya dan juga
kameranya sampai dirusak.Tidak semua orang memiliki karakter yang sama, maka
dari itu agar wartawan bisa menempatkan posisi dan bagaimana mereka bersikap
perlu juga adanya kode etik wartawan.
Maka dari itu pelatihan mengenai kode etik seorang wartawan sangat penting, saya setuju dengan di adakannya pelatihan tersebut.
Dengan begitu para wartawan bisa mendapatkan pelatihan bagaimana bersikap agar tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Maka dari itu pelatihan mengenai kode etik seorang wartawan sangat penting, saya setuju dengan di adakannya pelatihan tersebut.
Dengan begitu para wartawan bisa mendapatkan pelatihan bagaimana bersikap agar tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain.